Sondag 31 Maart 2013

Pemberdayaan Perempuan Dalam Rangka Mewujudkan Kesetaraan Gender

Seminar sehari dalam rangka memperingati hari ibu ke  81 diselenggarakan atas kerjasama Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPP-KB) Kota Tangerang Selatan dengan PUSPIPTEK. Acara diselenggarakan   di gedung 1002 Graha Widya Bhakti  Puspiptek yang dihadiri oleh ibu-ibu Dharmawanita Kota Tangerang Selatan dan kawasan Puspiptek, selain seminar, peringatan hari ibu kali ini  dimeriahkan pula dengan perlombaan tumpeng yang diikuti oleh 22 Peserta dengan model dan bentuk tumpeng  yang sangat bervariasi.

Seminar khusus kaum perempuan  yang dilaksanakan  pada   Rabu, tanggal 23 Desember 2009 tersebut, dihadiri sekitar 130 undangan Dharma Wanita sekota Tangerang Selatan dan sekitar kawasan Puspiptek,   dibuka oleh Walikota Tangsel yang diwakili oleh Asda2 dan dikemas oleh  Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPP-KB) Kota Tangerang Selatan, bekerjasama dengan Bidang Pemasaran IPTEK PUSPIPTEK Kementerian RISTEK.

Acara seminar yang memfokuskan pada pemberdayaan perempuan ini,  dhadiri oleh Ibu Menristek RI,  Elida Widiyowati dan ibu Sekwilda Kota Tangsel. Sebagai   pembicara utama dalam hal perwujudan kesetaraan dan keadilan Gender  ditampilkan ketua IWAPI sebagai salah seorang pakar pejuang gender  Dewi Motik Pramono, dengan tema “Membentuk Kepribadian Perempuan yang berakhlak dan berbudi dalam keluarga dan Masyarakat”. Selain itu  Ita Setiati Junita, seorang dokter Rumah sakit Hermina Daanmogot, memaparkan  makalah bertajuk  “Cegah Osteoporosis dengan pola hidup sehat”.

Kedua narasumber dengan saratnya topik pembahasan, membangun suasana seminar  sangat responsive dari para audiens dan membuat seminar jadi sangat menarik dan apik. Tentu saja, Sang maestro,  Dewi Motik seorang ilmuwan yang juga seorang pengusaha ini, banyak memberi stimulasi dan motivasi pada peserta seminar untuk selalu menjadi yang terbaik dalam kehidupan sehari hari, dan juga  menjadi suri tauladan bagi para suami, serta anak-anak mereka.

Sementara di saat yang sama,  dokter Ita, mengungkapkan kiat kiat, "Kita, khususnya kaum perempuan, dapat mencegah osteoporosis dengan pola hidup sehat seperti jalan pagi, banyak mengkonsumsi ikan dan susu juga asupan makanan yag bergizi terutama sebelum usia kepala 3  (tiga puluhan)", ujar Ita.

Selain seminar, diakhir acara ini dimeriahkan pula oleh berbagai hiburan berupa tarian   khas daerah Banten “kipas keprok”, serta penampilan Rapper dari remaja Tangsel.

Menilik sejarah Hari Ibu, diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain.

Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara; pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan; pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perdagangan anak-anak dan kaum perempuan; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan jender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.

Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953 dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate.

Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.

Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama. Di Solo, misalnya, 25 tahun Hari Ibu dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak perempuan. Pada waktu itu panitia Hari Ibu Solo juga mengadakan rapat umum yang mengeluarkan resolusi meminta pemerintah melakukan pengendalian harga, khususnya bahan-bahan makanan pokok. Pada tahun 1950-an, peringatan Hari Ibu mengambil bentuk pawai dan rapat umum yang menyuarakan kepentingan kaum perempuan secara langsung.

Satu momen penting bagi para wanita adalah untuk pertama kalinya wanita menjadi menteri adalah Maria Ulfah di tahun 1950. Sebelum kemerdekaan Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Tahun 1973 Kowani menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW). ICW berkedudukan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa.

Kini, Hari Ibu di Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji ke-ibu-an para ibu. Berbagai kegiatan pada peringatan itu merupakan kado istimewa, penyuntingan bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya, atau membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking