Dari seluruh uraian yang telah lalu dapatlah diambil
kesimpulan secara garis besar sbb :
1.
Hidup yang benar
dimulai dengan percaya atau iman kepada Tuhan. Tuhan YME dan keinginan
mendekat serta kecintaan kepada-Nya yaitu takwa. Iman dan takwa bukanlah
nilai yang statis dan abstrak. Nilai-nilai itu mamancar dengan sendirinya
dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan dan amal saleh. Iman tidak memberi
arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha dan
kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan perikehidupan yang
benar dalam peradaban dan berbudaya.
2. Iman dan takwa dipelihara dan
diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepada Tuhan, ibadah
mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan dan berpegang tuguh
kepada kebenaran sebagai mana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Segala
sesuatu yang menyangkut bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh dari
pada agama tanpa adanya hak manusia untuk mencampurinya. Ibadat-ibadat yang
terus menerus kepada Tuhan menyadarkan manusia akan kedudukannya di tengah
alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia telah melebihkan sehingga kepada
kedudukan Tuhan dengan merugikan orang lain, dan tidak mengurangi kehormatan
dirinya sebagai mahluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri kepada alam
maupun orang lain.
3. Kerja kemanusiaan atau
amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yanag sungguh - sungguh
secara essensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, baik
dalam ukuran ruang maupun waktu yang menegakkan keadilan dalam masyarakat
sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia.
Hal itu berarti usaha - usaha yang terus menerus harus dilakukan guna
mengarahkan masyarakat kepada nilai - nilai yang baik, lebih maju dan lebih
insani usaha itu ialah "amar ma'ruf, disamping usaha lain untuk mencegah
segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai - nilai kemanusiaan dan nahi
mungkar. Selanjutnya bentuk kerja kemanusiaan yang lebih nyata ialah
pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha
- usaha kearah peningkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak
sebagai manusia.
4. Kesadaran dan rasa tanggung jawab
yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu sikap berjuang.
Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia dalam bentuk
gotong royong atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan menuntut
ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah kebahagiaan
dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu persyaratan bagi
berhasilnya perjuangan adalah adanya barisan yang merupakan bangunan yang
kokoh kuat. Mereka terikat satu sama lain oleh persaudaraan dan solidaritas
yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada musuh - musuh dari kemanusiaan.
Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran. Sekalipun
mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau
golongan lain.
5. Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses
perkembangan yang permanen. Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada
yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu manusia
harus mengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban disegala
bidang. Dengan perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu
mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan
tanpa ilmu tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa
kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan menghancurkan peradaban.
Ilmu pengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia.
Mendalami ilmu pengetahun harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu
mengungkapkan perkembangan pemikiran tentang kehidupan berperadaban dan
berbudaya. Kemudian
mengambil dan mengamalkan diantaranya yang terbaik.
Dengan demikian tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana yaitu beriman, berilmu dan beramal. |
agent of change
WELCOME TO BLOG DIAH AYU FITRIANI
Dinsdag 02 April 2013
KESIMPULAN DAN PENUTUP
KEMAJUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Dari seluruh uraian
yang telah di kemukakan , dapatlah dikumpulkan dengan pasti bahwa inti dari
pada kemanusiaan yang suci adalah Iman dan kerja kemanusiaan atau Amal
Saleh Iman dalam pengertian kepercayaan akan adanya kebenaran mutlak
yaitu Tuhan Yang Maha Esa , serta menjadikanya satu-satunya tujuan hidup dan tempat
pengabdian diri yang terakhir dan mutlak. Sikap itu menimbulkan kecintaan tak
terbatas pada kebenaran, kesucian dan kebaikan yang menyatakan dirinya dalam
sikap pri kemanusiaan. Sikap pri kemanusiaan menghasilkan amal saleh, artinya
amal yang bersesuaian dengan dan meningkatkan kemanusiaan. Sebaik-baiknya
manusia ialah yang berguna untuk sesamanya. Tapi bagaimana hal itu harus
dilakukan manusia ?.
Sebagaimana setiap
perjalanan kearah suatu tujuan ialah gerakan kedepan demikian pula perjalanan
ummat manusia atau sejarah adalah gerakan maju kedepan. Maka semua nilai
dalam kehidupan relatif adanya berlaku untuk suatu tempat dan suatu waktu
tertentu.
Demikianlah segala
sesuatu berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada yaitu kebenaran
mutlak (Tuhan). Jadi semua nilai yang benar adalah bersumber atau dijabarkan
dari ketentuan-ketentuan hukum-hukum Tuhan. Oleh karena itu manusia
berikhtiar dan merdeka, ialah yang bergerak. Gerakan itu tidak lain dari pada
gerak maju kedepan (progresif). Dia adalah dinamis, tidak setatis. Dia
bukanlah seorang tradisional, apalagi reaksioner. Dia menghendaki
perubahan terus menerus sejalan dengan arah menuju kebenaran mutlak. Dia
senantiasa mencarai kebenaran-kebenaran selama perjalanan hidupnya. Kebenaran-kebenaran itu menyatakan dirinya dan
ditemukan didalam alam dari sejarah umt manusia.
Ilmu pengetahuan
adalah alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran dalam
hidupnya, sekalipun relatif namun kebenaran-kebenaran merupakan tonggak
sejarah yang mesti dilalui dalam perjalanan sejarah menuju kebenaran mutlak.
Dan keyakinan adalah kebenaran mutlak itu sendiri pada suatu saat dapat
dicapai oleh manusia, yaitu ketika mereka telah memahami benar seluruh alam
dan sejarahnya sendiri.
Jadi ilmu
pengetahuan adalah persyaratan dari amal soleh. Hanya mereka yang dibimbing
oleh ilmu pengetahuan dapat berjalan diatas kebenaran-kebenaran, yang
menyampaikan kepada kepatuhan tanpa reserve kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Dengan iman dan kebenaran ilmu pengetahuan manusia mencapai puncak
kemanusiaan yang tertinggi.
Ilmu pengetahuan
ialah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar tentang dunia
sekitarnya dan dirinya sendiri. Hubungan yang benar antara manusia dan alam
sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan. Manusia harus menguasai alam dan
masyarakat guna dapat mengarahkanya kepada yang lebih baik. Penguasaan dan
kemudian pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang
hukum-hukumnya agar dapat menguasai dan menggunakanya bagi kemanusiaan. Sebab
alam tersedia bagi ummat manusia bagi kepentingan pertumbuhan kemanusiaan.
Hal itu tidak dapat dilakukan kecuali mengerahkan kemampuan intelektualitas
atau rasio. Demikian pula manusia harus memahami sejarah dengan
hukum-hukum yang tetap. Hukum sejarah yang tetap (sunatullah untuk
sejarah) yaitu garis besarnya ialah bahwa manusia akan menemui kejayaan jika
setia kepada kemanusiaan fitrinya dan menemui kehancuran jika menyimpang dari
padanya dengan menuruti hawa nafsu.
Tetapi cara-cara
perbaikan hidup sehingga terus-menerus maju kearah yang lebih baik sesuai
dengan fitrah adalah masalah pengalaman. Pengalaman ini harus ditarik dari
masa lampau, untuk dapat mengerti masa sekarang dan memperhitungkan masa yang
akan datang. Menguasai dan mengarahkan masyarakat ialah mengganti
kaidah-kaidah umumnya dan membimbingnya kearah kemajuan dan perbaikan.
|
KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI
|
Telah kita
bicarakan tentang hubungan antara individu dengan masyarakat dimana
kemerdekaan dan pembatas kemerdekaan saling bergantungan, dan dimana perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada
perencanaan manusia dan usaha-usaha bersamanya. Jika kemerdekaan dicirikan
dalam bentuk yang tidak bersyarat (kemerdekaan tak terbatas) maka sudah
terang bahwa setiap orang diperbolehkan mengejar dengan bebas segala
keinginan pribadinya. Akibatnya pertarungan keinginan yang bermacam-macam itu
satu sama lain dalam kekacauan atau anarchi. Sudah barang tentu menghancurkan
masyarakat dan meniadakan kemanusiaan sebab itu harus ditegakkan keadilan
dalam masyarakat. Siapakah yang harus menegakkan
keadilan dalam masyarakat? Sudah barang pasti ialah masyarakat sendiri,
tetapi dalam prakteknya diperlukan adanya satu kelompok dalam masyarakat yang
karena kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasa mengadakan usaha-usaha
menegakkan keadilan itu dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang
bersifat kemanusiaan serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan
kemanusiaan.
Kualitas
yang harus dipunyai, rasa kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran kecintaan
yang tak terbatas pada Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan yang cukup.
Kelompok orang-orang itu adalah pemimpin masyarakat. Memimpin adalah
menegakkan keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya dan
dalam jangka waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat
kemanusiaannya sebagai manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial.
Negara adalah
bentuk masyarakat yang terpenting, dan pemerintah adalah susunan masyarakat
yang terkuat dan berpengaruh. Oleh sebab itu pemerintah
yang pertama berkewajiban menegakkan keadilan. Maksud semula dan
fundamental daripada didirikannya negara dan pemerintah ialah guna melindungi
manusia yang menjadi warga negara daripada kemungkinan perusakkan terhadap
kemerdekaan dan harga diri sebagai manusia sebaliknya setiap orang mengambil
bagian pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasar persamaan yang diperoleh
melalui demokrasi.
Pada dasarnya
masyarakat dengan masing-masing pribadi yang ada didalamnya haruslah
memerintah dan memimpin diri sendiri. Oleh karena itu pemerintah haruslah
merupakan kekuatan pimpinan yang lahir dari masyarakat sendiri. Pemerintah haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat, menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat
berdasarkan musyawarah dan dimana keadilan dan martabat kemanusiaan tidak
terganggu. Kekuatan yang sebenarnya didalam negara ada ditangan
rakyat, dan pemerintah harus bertanggung jawab pada rakyat.
Menegakkan keadilan
mencakup penguasaan atas keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan
pribadi yang tak mengenal batas (hawa nafsu) adalah kewajiban dari negara
sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial untuk menjunjung tinggi prinsip
kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia. Menegakkan keadilan amanat
rakyat kepada pemerintah yang musti dilaksanakan. Disadari
oleh sikap hidup yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam
lingkungan ketaatan kepada Tuhan (kebenaran mutlak). Pemerintah yang benar
dan harus ditaati ialah mengabdi kepada kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya
kepada Tuhan YME.
Perwujudan
menegakkan keadilan yang terpenting dan berpengaruh ialah menegakkan keadilan
di bidang ekonomi atau pembagian kekayaan diantara anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian yang wajar
dari kekayaan atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal
batas-batas individual, sejarah merupakan perjuangan dialektis yang berjalan
tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan golongan yang didorong oleh
ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan
pengumpulan kekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa
dilain pihak. Karena kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya
jurang-jurang pemisah antara kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam.
Proses selanjutnya yaitu bila sudah mencapai batas maksimal pertentangan
golongan itu akan menghancurkan sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan
kemanusiaan dan peradabannya.
Dalam masyarakat
yang tidak adil, kekayaan dan kemiskinan akan terjadi dalam kualitas dan
proporsi yang tidak wajar sekalipun realitas selalu menunjukkan
perbedaan-perbedaan antara manusia dalam kemampuan fisik maupun mental namun
dalam kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintah yang tidak menegakkan
keadilan adalah keadilan yang merupakan perwujudan dari kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelaku daripada kezaliman
sedangkan orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh karena
itu sebagai yang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada dipihak
yang benar. Pertentangan antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum
yang menjalankan kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan kebenaran pasti
menang terhadap kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan
tak terhindar bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan
dalam masyarakat.
Kejahatan di bidang
ekonomi yang menyeluruh adalah penindasan oleh kapitalisme. Dengan
kapitalisme dengan mudah seseorang dapat memeras orang-orang yang berjuang
mempertahankan hidupnya karena kemiskinan, kemudian merampas hak-haknya
secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk memaksakan persyaratan kerjanya
dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu menegakkan keadilan mencakup
pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha akumulasi kekayaan pada
sekelompok kecil masyarakat. Sesudah syirik kejahatan terbesar kepada
kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan beserta penggunaanya yang tidak benar,
menyimpang dari kepentingan umum, tidak mengikuti jalan Tuhan. Maka
menegakkan keadilan inilah membimbing manusia ke arah pelaksanaan tata
masyarakat yang akan memberikan kepada setiap orang kesempatan yang sama
untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat (amar ma'ruf) dan
pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada manusia
kepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar). Dengan perkataan lain harus diadakan restriksi-restriksi
atau cara-cara memperoleh, mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang
tidak bertentangan dengan kemanusiaan diperbolehkan (yang ma'ruf dihalalkan)
sedangkan cara yang bertentangan dengan kemanusiaan dilarang (yang munkar
diharamkan).
Pembagian ekonomi
secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu masyarakat yang tidak
menjalankan prinsip Ketuhanan YME, dalam hal ini pengakuan berketuhanan YME
tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya dengan tidak berketuhanan sama
sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan hidup sebelum menyatakan
diri dalam amal perbuatan yang nyata.
Dalam suatu
masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat tunduk dan
menyerahkan diri, manusia dapat diperbudaknya antara lain oleh harta benda.
Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasil pekerjaanya, tetapi justru
dikuasai oleh hasil pekerjaan itu. Produksi seorang buruh memperbesar kapital
majikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak buruh. Demikian pula
terjadi pada majikan bukan ia menguasai kapital tetapi kapital itulah yang
menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam dan memberikan
sifat-sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan.
Oleh
karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma'ruf nahi munkar
sebagaimana diterapkan dimuka, tetapi juga melalui pendidikan yang intensif
terhadap pribadi-pribadi agar tetap mencintai kebenaran dan menyadari secara
mendalam akan andanya Tuhan. Sembahyang
merupakan pendidikan yang kontinue, sebagai bentuk formil peringatan kepada
tuhan. Sembahyang yang benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan
membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan
kemungkaran. Jadi sembahyang merupakan penopang hidup yang benar. Sembahyang
menyelesaikan masalah - masalah kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang
ada secara instrinsik pada rohani manusia yang mendalam, yaitu kebutuhan
sepiritual berupa pengabdian yang bersifat mutlak.
Pengabdian yang
tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu tersalurkan kearah
sesuatu yang lain. Dan membahayakan kemanusiaan.
Dalam hubungan itu
telah terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan
fundamental terhadap kemanusiaan. Dalam masyarakat, yang adil mungkin masih
terdapat pembagian manusia menjadi golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu
terjadi dalam batas - batas kewajaran dan kemanusian dengan pertautan
kekayaan dan kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya
pemilikan pribadi (Private ownership) atas harga kekayaan dan adanya
perbedaan - perbedaan tak terhindar dari pada kemampuan - kemampuan pribadi,
fisik maupun mental. Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikan dalam
pembagian rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat. Dalam hal ini zakat adalah penyelesaian terakhir masalah
perbedaan kaya dan miskin itu. Zakat dipungut dari orang - orang kaya dalam
jumlah presentase tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin.
Zakat dikenakan
hanya atas harta yang diperoleh secara benar, Syah dan halal saja. Sedang
harta kekayaan yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik
umum guna manfaat bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh pemerintah. Oleh
karena itu, sebelum penarikan zakat dilakukan
terlebih dahulu harus dibentuk suatu masyarakat yang adil berdasarkan
ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, dimana tidak lagi didapati cara memperoleh
kekayaan secara haram, dimana penindasan atas manusia oleh manusia dihapus.
Sebagaimana ada ketetapan
tentang bagaimana harta kekayaan itu diperoleh, juga ditetapkan bagaimana
mempergunakan harta kekayaan itu. Pemilikan pribadi dibenarkan hanya jika
hanya digunakan hak itu tidak bertentangan, pemilikan pribadi menjadi batal
dan pemerintah berhak mengajukan konfikasi.
Seorang dibenarkan
mempergunakan harta kekayaan dalam batas - batas tertentu, yaitu dalam batas
tidak kurang tetapi juga tidak melebihi rata - rata atau israf pertentangan
dengan perikemanusiaan. Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap
pertentangan golongan dalam masyarakat membuat akibat destruktif. Sebaliknya
penggunaan kurang dari rata-rata masyarakat ( taqti) merusakkan diri sendiri
dalam masyarakat disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat
digunakan untuk manfaat bersama.
Hal itu semuanya
merupakan kebenaran karena pada hakekatnya seluruh harta kekayaan ini adalah
milik Tuhan. Manusia seluruhnya diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan
harus diberikan bagian yang wajar dari padanya.
Pemilikan oleh
seseorang (secara benar) hanya bersifat relatif sebagai mana amanat dari
Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri harus sejalan dengan yang dikehendaki
tuhan, untuk kepentingan umum. Maka kalau terjadi
kemiskinan, orang - orang miskin diberi hak atas sebagian harta orang - orang
kaya, terutama yang masih dekat dalam hubungan keluarga. Adalah
kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi kehidupan keluarga dan
memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan persyaratan
hidup yang wajar sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi agar dia dan
keluarganya dapat mengatur hidupnya secara terhormat sesuai dengan keinginan-keinginannya
untuk dapat menerima tanggungjawab atas kegiatan-kegiatannya. Dalam prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus
membuka jalan yang mudah dan kesempatan yang sama kearah pendidikan,
kecakapan yang wajar kemerdekaan beribadah sepenuhnya dan pembagian kekayaan
bangsa yang pantas.
|
DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
|
Manusia memerlukan
suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna
menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna
tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena
kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula
cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan
saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya.
Disebabkan
kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk
kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk- bentuk
kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua
kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang
benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung
unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur.
Sekalipun demikian,
kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai.
Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradis-tradisi yang diwariskan turun
temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena
kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan
perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi sering
menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Disinilah
terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumber tatanilai guna menopang
peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi yang
membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.
Oleh karena itu,
pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya, manusia harus
selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai yang
tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh yang merupakan
kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai sumber dan pangkal nilai itu
haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala
kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah.
Perumusan kalimat
persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu : Tiada Tuhan selain Allah mengandung
gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan "Tidak ada
Tuhan" meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan
"Selain Allah" memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran.
Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari
belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian
itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran dalam
menetapkan dan memilih nilai - nilai, itu berarti tunduk pada Allah, Tuhan
Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah
itu disebut Islam.
Tuhan itu ada, dan
ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya
Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat
intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena
kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau
sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun demi
kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan
secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang bersumber kepada-Nya. Oleh sebab
itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan
dengan insting dan indera.
Sesuatu yang
diperlukan itu adalah "Wahyu" yaitu pengajaran atau pemberitahuan
yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan
menerima pengetahuan sampai ketingkat yang tertinggi tidak dimiliki oleh
setiap orang, demikian juga wahyu tidak diberikan kepada setiap orang. Wahyu
itu diberikan kepada manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh
Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rosul atau utusan Tuhan. Dengan kewajiban
para Rosul itu untuk menyampaikannya kepada seluruh ummat manusia. Para rosul
dan nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa,Isa
atau Yesus anak Mariam sampai pada Muhammad SAW. Muhammad adalah Rosul
penghabisan, jadi tiada Rosul lagi sesudahnya. Jadi para Nabi dan Rosul itu
adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa mereka menerima wahyu dari Tuhan.
Wahyu Tuhan yang
diberikan kepada Muhammad SAW terkumpul seluruhnya dalam kitab suci Al-Quran.
Selain berarti bacaan, kata Al-Quran juga bearti "kumpulan" atau
kompilasi, yaitu kompilasi dari segala keterangan. Sekalipun garis-garis
besar Al-Quran merupakan suatu kompendium, yang singkat namun mengandung
keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam dan
manusia sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia
dengan cara lain. Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dan
ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al-Quran dengan terlebih
dahulu mempercayai kerasulan Muhammmad SAW. Maka kalimat kesaksian yang kedua
memuat esensi kedua dari kepercayaan yang harus dianut manusia, yaitu bahwa
Muhammad adalah Rosul Allah. Kemudian di dalam Al-Quran didapat keterangan
lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-ajaranNya yang merupakan
garis besar dan jalan hidup yang mesti diikuti oleh manusia. Tentang Tuhan
antara lain: surat Al-Ikhlas menerangkan secara singkat ; katakanlah :
"Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan tempat
menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa. Selanjutnya
Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih
dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya daripada segala sifat
kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seru
sekalian Alam.
Juga diterangkan
bahwa Tuhan adalah yang pertama dan yang penghabisan, Yang lahir dan Yang
Bathin, dan "kemanapun manusia berpaling maka disanalah wajah
Tuhan". Dan "Dia itu bersama kamu kemanapun kamu berada". Jadi
Tuhan tidak terikat ruang dan waktu.
Sebagai "yang
pertama dan yang penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal dan
tujuan segala yang ada, termasuk tata nilai. Artinya ; sebagaimana tata nilai
harus bersumber kepada kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadaNya, Iapun
sekaligus menuju kepada kebenaran dan mengarah kepada "persetujuan"
atau "ridhanya ". Inilah kesatuan antara asal dan tujuan hidup yang
sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yang benar, diterangkan dalam bagian
yang lain).
Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya, dan
mengaturnya dengan pasti. Oleh karena itu alam mempunyai eksistensi yang riil
dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap. Dan
sebagai ciptaan daripada sebaik-baiknya penciptanya, maka alam mengandung
kebaikan pada diriNya dan teratur secara harmonis. Nilai ciptaan ini untuk
manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya. Maka alam dapat dan
dijadikan obyek penyelidikan guna dimengerti hukum-hukum Tuhan (sunnatullah)
yang berlaku didalamnya. Kemudian manusia
memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri.
Jika kenyataan alam
ini berbeda dengan persangkaan idealisme maupun agama Hindu yang mengatakan
bahwa alam tidak mempunyai eksistensi riil dan obyektif, melainkan semua
palsu atau maya atau sekedar emansipasi atau pancaran daripada dunia lain
yang kongkrit, yaitu idea atau nirwana. Juga tidak seperti dikatakan filsafat
Agnosticisme yang mengatakan bahwa alam tidak mungkin dimengerti manusia. Dan
sekalipun filsafat materialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai
eksistensi riil dan obyektif sehingga dapat dimengerti oleh manusia, namun
filsafat itu mengatakan bahwa alam ada dengan sendirinya. Peniadaan pencipta
ataupun peniadaan Tuhan adalah satu sudut daripada filsafat materialisme.
Manusia
adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang tertinggi. Sebagai mahluk tertinggi
manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi. Manusia
ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya. Maka urusan di dunia
telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia
sepenuhnya bertanggungjawab atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan
peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah,
dimana manusia menjadi pemilik atau "rajanya".
Sebenarnya
terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti (sunattullah) yang menguasai sejarah,
sebagaimana adanya hukum yang menguasai alam tetapi berbeda dengan alam yang
telah ada secara otomatis tunduk kepada sunatullah itu, manusia karena
kesadaran dan kemampuannya untuk mengadakan pilihan untuk tidak terlalu
tunduk kepada hukum-hukum kehidupannya sendiri. Ketidakpatuhan itu disebabkan
karena sikap menentang atau kebodohan. Hukum dasar alami daripada segala yang ada inilah
"perubahan dan perkembangan", sebab : segala sesuatu ini adalah
ciptaan Tuhan dan pengembangan olehNya dalam suatu proses yang tiada
henti-hentinya. Segala sesuatu ini adalah berasal dari Tuhan dan menuju
kepada Tuhan. Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah Tuhan
sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu. Di dalam memenuhi tugas
sejarah, manusia harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunju
kepada kebenaran. Hal itu berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi
kepada kebenaran, dan untuk itu harus mengetahui jalan menuju kebenaran itu. Dia tidak mesti selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai
tradisional yang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya.
Oleh karena itu
kehidupan yang baik adalah yang disemangati oleh iman dan ilmu. Bidang iman
dan pencabangannya menjadi wewenang wahyu sedangkan bidang ilmu pengetahuan
menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan mengumpulkannya dalam
kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi tentang alam dan tentang manusia
(sejarah). Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai kebenaran sejauh
mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana adanya
tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat ketuhanan. Sebab
sebagaimana diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan wujud yang nyata dan
objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan, dan Tuhan pun untuk
sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam. Sikap
memper-Tuhan-kan atau mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan kepada
Tuhan sendiri. Tuhan Allah Yang Maha Esa.
Ini disebut
"Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya mengadakan
tandingan terhadap Tuhan, baik seluruhnya atau sebagian maka jelasnya bahwa
syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban, kemanusiaan menuju
kebenaran.
Sesudahnya atau
kehidupan duniawi ini ialah "hari kiamat". Kiamat merupakan
permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi,
yaitu kehidupan akhirat. Kiamat disebut juga "hari agama", atau
yaumuddin, dimana Tuhan menjadi satu-satunya pemilik dan raja. Disitu tidak
lagi terdapat kehidupan historis, seperti kebebasan, usaha dan tata
masyarakat. Tetapi yang ada adalah pertanggunggan jawab individu manusia yang
bersifat mutlak dihadapan illahi atas segala perbuatannya dahulu didalam sejarah.
Selanjutnya kiamat
merupakan "hari agama", maka tidak yang mungkin kita ketahui selain
daripada yang diterangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan kelanjutannya
/ kehidupan akhirat yang non-historis manusia hanya diharuskan percaya tanpa
kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya.
|
Teken in op:
Plasings (Atom)