Sondag 31 Maart 2013

TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A.  Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan moral terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan dan Kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan dijadikan bahan dalam  pembelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (ppkn).
Banyak pengertian pendidikan menurut para ahli. Diantara banyak pengertian tersebut diketengahkan sebagai berikut:
1.    Menurut UU sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 mengatakan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencanna untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didiik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya ,masyarakat,bangsa dan Negara.
2.    Menurut Carter v.Good(1997) pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya.
3.    Menurut Godfrey Thomson(1977) mengatakan pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tetap di dalam kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya dan perasaannya.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa: Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu membentuk kemampuan individu mengembangkan dirinya yang kemampuan – kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warganrgara dan warga masyarakat.
a.    Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan saha yang dilakukan secara sengaja dan terencana untuk memilih materi, strategi, kegiatan, dan teknik pendidikan yang sesuai.
b.    Kegiatan pendidikan dapat diberikan di lingkngan keluarga, sekolah dan masyarakat berupa pndidikan melalui jalur seklah dan pendidikan jalur luar sekolah.
c.    Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Agar pendidikan moral seperti dikemukakan di atas dapat diimplementasikan dan tercapai sesuai haapan bangsa diperlukan rasa memiliki (sense f belonging) dasar konsep pendidikan moral,diperlukan  rasa solidaritas yang tertinggi terhadap sesama (sense of solidarity) , dan diperlukan rasa bertanggung jawab (sense of responsibility ) terhadap dasar konsep pendidikan moral itu sebagai bahan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk mengamalkan nilai – nilai luhur pancasila.
B.   Pendidikan Nilai Moral Pkn
1.    Batasan – batasan nilai moral
Pendidikan nilai moral berkaitan erat dengan kebaikan, yang ada dalam sesuatu objek – subjek. Boleh jadi sesuatu objek – subjek itu baik tetapi tidak bernilai bagi seseorang  dalam suatu konteks peristwa tertentu.
Nilai – nilai universal berlaku bagi selurh umat manusia bilamana dan dimanapun seperti hak asasi mansia, adapula nilai – nilai particular hanya berlaku bagi sekelompok manusia tertentu, misalnya “nilai sebuah tutur kata”.
Nilai – nilai abadi berlaku kapanpun dan dimanapun seperti kebebasan beragama, yang berarti bahwa semua manusia bebas dari pasksaan baik dari perseorangan maupun dari kelompok sosial atau sesuatu kekuatan manusiawi, sehingga tak seorangpun boleh dipaksakan untuk bertindak bertentangan sengan imannya.
2.    Pandangan Masyrakat Tentang Nilai/Moral
Dalam suatu masyrakat yang majemuk dan berkembang terdapat berbagai pandangan tentang nilai. Sehingga seringkali terjadi kerancuan dan penyimpangan tentang pemaknaan nilai yang sesungguhnya (the alse sense of normally). Sehingga kerap terjadi berbagai kelompok, golongan, dan bangsa “menginjak – injak nilai” yang mestinya dihormati dengan dalih yang “indah- indah”.
      Sebaliknya, tidak jarang pula orang menuntut hak dan kebebasan pribadinya yang terlampau tinggi. Sehingga mengganggu hak asasi orang lain, kebebasan orang lain, sehingga terjadi konfliks yang tidak jarang mendatangkan “mala petaka” seperti yang sering terjadi diberbagai daerah di tanah air akhir-akhir ini.
3.    Makna Pendidikan Moral
Makna “pendidikan moral” adalah bertujuan membantu peserta didik untuk mengenali nilai – nilai dan menempatkannya secara integral dalam kontekskeseluruhan hidupnya. Pendidikan semacam ini semakin penting dan menempati posisi sentral karna tingkat kadar persatuan dan kesatuan terutama yang berkaitan dengan kesadaran akan nilai – nilai dalam masyrakat akhir – akhir ini cenderung semakin “pudar”.
Sesungguhnya pendidikan nilai itu adalah pemanusiaan manusia. Manusia hanya “menjadi manusia” bila ia berbudi luhur., berkehendak baik serta mampu mengaktualisasikan diri dan mengembangkan budi , dan kehendaknya secara jujur baik dikeluarga, dimasyarakat – Negara, dan di lingkungan dimana ia berada.
Ada gejala bahwa pendidikan dalam pengajaran ditekaknkan segera untuk memperoleh keterampilan. Keterampilan memang bermanfaat untuk jangka pendek, tetapi melupakan pembinaan sikap sebagai manifestasi pendidikan moral yang justru diperlukan bagi pembinaan hidupnya. Akibatnya peserta didik berlomba –lomba berlatih dalam bidang tertentu demi sukses pribadi tanpa memikirkan efek samping dan akibat yang ditimbullkannya.



SUMBER ( PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN, Karangan Prof. Dr. Hamid Darmadi, M.pd.)

Pemberdayaan Perempuan Dalam Rangka Mewujudkan Kesetaraan Gender

Seminar sehari dalam rangka memperingati hari ibu ke  81 diselenggarakan atas kerjasama Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPP-KB) Kota Tangerang Selatan dengan PUSPIPTEK. Acara diselenggarakan   di gedung 1002 Graha Widya Bhakti  Puspiptek yang dihadiri oleh ibu-ibu Dharmawanita Kota Tangerang Selatan dan kawasan Puspiptek, selain seminar, peringatan hari ibu kali ini  dimeriahkan pula dengan perlombaan tumpeng yang diikuti oleh 22 Peserta dengan model dan bentuk tumpeng  yang sangat bervariasi.

Seminar khusus kaum perempuan  yang dilaksanakan  pada   Rabu, tanggal 23 Desember 2009 tersebut, dihadiri sekitar 130 undangan Dharma Wanita sekota Tangerang Selatan dan sekitar kawasan Puspiptek,   dibuka oleh Walikota Tangsel yang diwakili oleh Asda2 dan dikemas oleh  Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPP-KB) Kota Tangerang Selatan, bekerjasama dengan Bidang Pemasaran IPTEK PUSPIPTEK Kementerian RISTEK.

Acara seminar yang memfokuskan pada pemberdayaan perempuan ini,  dhadiri oleh Ibu Menristek RI,  Elida Widiyowati dan ibu Sekwilda Kota Tangsel. Sebagai   pembicara utama dalam hal perwujudan kesetaraan dan keadilan Gender  ditampilkan ketua IWAPI sebagai salah seorang pakar pejuang gender  Dewi Motik Pramono, dengan tema “Membentuk Kepribadian Perempuan yang berakhlak dan berbudi dalam keluarga dan Masyarakat”. Selain itu  Ita Setiati Junita, seorang dokter Rumah sakit Hermina Daanmogot, memaparkan  makalah bertajuk  “Cegah Osteoporosis dengan pola hidup sehat”.

Kedua narasumber dengan saratnya topik pembahasan, membangun suasana seminar  sangat responsive dari para audiens dan membuat seminar jadi sangat menarik dan apik. Tentu saja, Sang maestro,  Dewi Motik seorang ilmuwan yang juga seorang pengusaha ini, banyak memberi stimulasi dan motivasi pada peserta seminar untuk selalu menjadi yang terbaik dalam kehidupan sehari hari, dan juga  menjadi suri tauladan bagi para suami, serta anak-anak mereka.

Sementara di saat yang sama,  dokter Ita, mengungkapkan kiat kiat, "Kita, khususnya kaum perempuan, dapat mencegah osteoporosis dengan pola hidup sehat seperti jalan pagi, banyak mengkonsumsi ikan dan susu juga asupan makanan yag bergizi terutama sebelum usia kepala 3  (tiga puluhan)", ujar Ita.

Selain seminar, diakhir acara ini dimeriahkan pula oleh berbagai hiburan berupa tarian   khas daerah Banten “kipas keprok”, serta penampilan Rapper dari remaja Tangsel.

Menilik sejarah Hari Ibu, diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain.

Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara; pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan; pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perdagangan anak-anak dan kaum perempuan; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan jender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.

Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953 dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate.

Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.

Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama. Di Solo, misalnya, 25 tahun Hari Ibu dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak perempuan. Pada waktu itu panitia Hari Ibu Solo juga mengadakan rapat umum yang mengeluarkan resolusi meminta pemerintah melakukan pengendalian harga, khususnya bahan-bahan makanan pokok. Pada tahun 1950-an, peringatan Hari Ibu mengambil bentuk pawai dan rapat umum yang menyuarakan kepentingan kaum perempuan secara langsung.

Satu momen penting bagi para wanita adalah untuk pertama kalinya wanita menjadi menteri adalah Maria Ulfah di tahun 1950. Sebelum kemerdekaan Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Tahun 1973 Kowani menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW). ICW berkedudukan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa.

Kini, Hari Ibu di Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji ke-ibu-an para ibu. Berbagai kegiatan pada peringatan itu merupakan kado istimewa, penyuntingan bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya, atau membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari.

Kesetaraan Gender untuk Kesejahteraan Negara

Isu kesetaraan gender makin marak dibicarakan dewasa ini. Tak pelak, ada pro serta kontra menyertai tiap isu maupun opini tersebut. Namun tahukah Anda, rupanya sebuah aksi gerakan kesetaraan gender dapat berpengaruh langsung pada kesejahteraan suatu negara, baik dari segi ekonomi, pemerintahan, politik, hingga sumber daya manusia?
mjamesno/ stock.xchng
Aksi nyata menyangkut kesetaraan gender pertama kali dimulai di Eropa pada tahun 1957, sebab tertuangnya sebuah pasal pada Treaty of Rome yang berbunyi ‘equal pay for equal work’ alias kesetaraan upah pada tiap tenaga kerja, baik laki-laki maupun wanita. Walau perjuangan soal kesetaraan gender telah dimulai sejak 1909 silam, pada masa itu isu kesetaraan gender dalam slogan terkenalnya “All human beings are born free and equal in dignity and rights” (seluruh manusia yang terlahir memiliki hak dan martabat yang sama) masih belum dapat diterima serta dipraktikkan secara luas oleh seluruh masyarakat dunia, khususnya oleh masyarakat timur.
Gerakan kesetaraan gender: yang bertahan dan meluas
Sebab satu pasal yang terselip dalam konsensus tersebut, hal ini lalu mulai diberlakukan sejalan dengan praktik ekonomi serta politik yang berlangsung. Hasilnya cukup mengejutkan. Aksi kecil ini rupanya berimbas langsung pada kemajuan Eropa hingga 15-25% pada beberapa sektor penting; termasuk perdagangan serta sektor pendidikan. Namun sayangnya, ajaran ini tak dapat serta-merta meluas lalu diterima begitu saja oleh wilayah sekitar benua Eropa. Peraturan emas ini malah sempat menjadi bahan tertawaan saat masuk ke wilayah timur, akibat rendahnya toleransi serta kemajuan pemikiran tentang kesetaraan gender saat itu.
Tahun pun berganti menjadi dekade. Eropa setidaknya telah merajai dunia lewat berbagai sektor penting yang dapat ia kuasai, sambil tak lupa menyusul ketertinggalannya terhadap sektor pembangunan pertanian. Saat itu, ada bagian dari pemerintahan yang meyakini bahwa kemajuan ini tak lepas dari peran fleksibilitas perempuan dalam hal kinerja maupun apresiasi secara khusus. Walau memang saat itu gerakan ‘unjuk gigi’ perempuan masih dibatasi, namun hal ini perlahan mulai diberdayakan oleh pemerintah demi kemajuan kesejahteraan negara. Maka pada saat itu, beberapa badan umum negara khusus diperintahkan untuk memasukkan isu ‘kesetaraan gender’ di tiap perencanaan pembangunan negara, yang salah satunya tertuang dalam The European Union (EU) Achievement  dalam tajuk Europe 2020 Strategy
Program yang efektif tingkatkan kesejahteraan
Meski bisa dibilang masih sulit diterima secara keseluruhan sebab stereotip kuno ‘perempuan tak bisa mengerjakan pekerjaan laki-laki’, namun sebuah studi yang dilakukan oleh tim internal EU menyangkut ‘program apa yang paling berpengaruh bagi stabilitas serta kemajuan negara’ mulai muncul menampakkan hasilnya. Lihat saja beberapa program yang terbukti menghasilkan dampak paling signifikan tersebut:
  • Equal treatment legislation; wilayah leglislasi yang diberikan setara untuk pria dan wanita.
  • Gender mainstreaming (integration of the gender perspective into all other policies); penyamarataan gender secara keseluruhan—dalam hal ini dibantu oleh prespektif masing-masing gender.
  • Specific measures for the advancement of women; hak-hak khusus yang diberikan secara pribadi untuk para wanita.
Dampak dari diberlakukannya ketiga poin di atas adalah peningkatan kualitas dari sektor ketenaga kerjaan (SDM) serta pendidikan, yang secara tidak langsung merupakan pilar utama penopang kesejahteraan serta kemajuan suatu negara. Beberapa wilayah yang menolak memberlakukan peraturan tersebut pun rupanya terlihat mengalami ketertinggalan dalam pelaksanaan kemajuan secara umum, baik ekonomi maupun pendidikan. Jelas saja, sebab mereka hanya memanfaatkan ‘separuh’ dari sumber daya manusia yang tersedia.
Satu poin penting yang dapat ditarik dari kasus ini adalah dampak aksi kesetaraan gender dalam hal bekerja dan berkarya dapat berimbas lurus pada kemajuan suatu negara. Tentu saja, sebuah sektor yang hanya dibangun oleh pria atau wanita saja takkan dapat mengerahkan fungsi serta pengaruhnya secara optimal. Justru di sinilah, peran keduanya harus bisa ‘diakali’ sehingga dapat membawa dampak output yang paling baik.
Imbas langsung untuk para wanita
Tak hanya bicara soal kesempatan kerja yang berimbang. Ada beberapa hal lain yang juga tetap rutin diperjuangkan serta diaspirasikan oleh para wanita, yang kemudian masuk ke dalam beberapa poin penting dan dicanangkan akan menjadi ‘pekerjaan rumah’ bagi EU; tertuang dalam European Commission Work Program on Gender Equality:
  • Equal economic independence for women and men; kesetaraan dalam hal kesejahteraan ekonomi, termasuk kesempatan mengenyam pendidikan serta bekerja.
  • Equal pay for work of equal value; kesetaraan gaji yang diberikan (akan senilai dengan hak yang seharusnya didapat).
  • Equality in decision-making; kesetaraan dalam hal membuat keputusan mandiri.
  • Dignity, integrity and ending gender-based violence; hal-hal yang menyangkut integritas, martabat, serta kekerasan gender.
  • Horizontal issues (gender roles, legislation and governance tools); isu tentang peran gender, terutama untuk urusan legislasi dan pemerintahan.
Beberapa diantara poin ini kerap kali digarisbawahi serta menjadi bahan aspirasi para wanita seluruh dunia, terutama dalam hal kesejahteraan ekonomi. Tak sedikit wanita yang memiliki pekerjaan di luar rumah dengan kewajiban yang kurang lebih sama dibandingkan pria, namun dengan hak yang belum setara dengan kewajiban yang diemban. Ada pula kasus dimana perusahaan tertentu hanya membuka kesempatan kerja bagi para professional & skillful labour dari pihak pria, sedangkan wanita ditempatkan di bagian yang lebih rendah; atau sedikit sekali dipakai sebagai tenaga profesional.
Jika kesejahteraan negara berimbas langsung pada kemajuan serta peran wanita di dalamnya, mengapa inequalities alias ketidaksetaraan tersebut masih kerap terjadi? Hal ini tentu perlu diperhatikan secara serius; sebab tanpa upah serta imbas yang setara dengan kewajiban yang telah diberikan, seseorang takkan dapat menjalankan fungsi dan kewajibannya secara maksimal
Kesetaraan gender di Indonesia
Bagaimana dengan gerakan kesetaraan gender yang terjadi di Indonesia? Masih dalam konteks perlindungan hak ketenagakerjaan serta upah yang sepadan, tampaknya kita perlu menilik kembali peran pemerintah terhadap para pahlawan devisa, khususnya para kaum perempuan. Mereka adalah pihak yang memliki suara paling kecil untuk didengar oleh pemerintah maupun penegak hukum, sebab posisinya yang seolah tak memiliki hak yang sama untuk dilindungi secara penuh oleh kenegaraan.
Masih banyak TKW Indonesia yang hak-haknya belum sepenuhnya terlindungi oleh negara. Masih marak pula terjadi kasus yang tak terselesaikan sebab insignifikansi pemerintah tentang hal ini. Lucunya, kasus TKW seringkali hanya disambut dengan komentar ringan berupa ‘pemerintah belum dapat melindungi hak-hak umum para TKW, serta belum dapat mengawasi seluruhnya kasus tentang pemerkosaan yang marak terjadi’.
Ini menyangkut soal hak; yang berarti pula akan menjadi masalah yang memberatkan atau bahkan menyulitkan Indonesia di kemudia hari jika tak segera diselesaikan dengan aksi nyata. Apalagi TKW merupakan major labour yang bertugas menopang satu dari beberapa pilar utama negara, lewat peran pentingnya terhadap pasokan devisa. Sebab mereka kecil, tak berarti mereka menyumbang peran yang kecil pula untuk negara.
Bisa jadi, dengan adanya aksi peningkatan perlindungan kepada TKW secara nyata dan signifikan dari pemerintah akan memunculkan stabilitas ekonomi lebih mumpuni, sehingga perannya untuk kesejahteraan negeri secara langsung juga akan terasa besar. Pertanyaannya, apakah pemerintah bersedia? Sebuah renungan untuk bangsa ini tentunya.

Selamat Hari Perempuan Internasional!


sumber:
http://ec.europa.eu/index_en.htm
http://www.indosiar.com/fokus/massa-tuntut-keberpihakan-pada-perempuan_84910.html
http://www.indosiar.com/ragam/makna-hari-perempuan-sedunia_78897.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Gender_equality
http://ec.europa.eu/justice/gender-equality/